5 mei 2011
Ketika suatu saat ketentraman batin telah datang akibat beban yang telah terlepas dari pundak. Seakan aku terlelap dan tidak menyadari bahwa tak satupun tugas yang telah selesai karena setiap inchi penyelesaiannya tidak kuhargai sebagai ilmu yang diingat. Kekuranganku memang umum, tapi fatal. Kebiasaanku untuk melupakan setiap pengetahuan yang kudapat justru membuatku tampak tidak pintar di hari kedepan.
Tuhan adil. Tuhan mengerti apa yang baik dan buruk untukku. Sifat yang menyesakkan dada dan pikiran itu terkadang ingin kutangisi. Tapi orang bilang tidak pantas menangisi kekalahan sendiri. Seperti pecundang yang meminta belas kasihan. Terkadang aku ingin memperbaiki diri dan berlatih untuk mengingat. Tapi ternyata sulit untuk benar-benar belajar dan menjadi orang yang mengerti dan memahami satu hal untuk waktu yang lama. Lalu apakah cita-citaku itu akan terwujud dengan kegalauan akan kekuranganku ini. Bergelung dan bimbang di tengah ketidakmampuan yang nyata. Cita-citaku yang itu…
Jajaran pepohonan yang kecil-kecil itu tampak kering dan haus dipinggiran lapangan sekolah. Kesan pertama yang aku lihat di SMP yang bapak bilang SMP terbaik di kabupaten adalah panas itu, haus itu. Lalu mataku terpaku pada tiga jendela besar yang daun pintunya menggantung diluar diam. Bangunan peninggalan Belanda, kupikir. Daun pintunya bergerak-gerak sebentar setelah seseorang menghardiknya dengan lengan. Seorang laki-laki dengan kacamata keluar dan tandanya aku harus masuk. Giliranku mengisi formulir pendaftaran tes masuk.
Beberapa hal yang membingungkan kuisi dengan penaku yang baru. Pena yang kuambil dari warung emak tadi pagi. Sejenak aku merasa mantap, tapi wajah bapakku diluar sana tampak jelas raut ragu. Sejenak kemudian hatiku merasa teriris. Terbetik nyeri didadaku sebentar, lalu hal itu hilang setelah aku menuliskan nem ku di formulir itu. Aku cukup pintar. Bapak tak usah ragu.
Beberapa waktu kemudian setelah semua berkas yang bingung itu selesai. Aku pulang dan duduk dibelakang bapak lagi. Bapak mengajakku ke sebuah warung bakso. Lalu beberapa saat setelah bapak selesai merokok kami pun pulang. Melewati jalan yang sama di pagi tadi.
Ini kamu meh bikin novel to ceritane? >.<
BalasHapus